Teori Bahasa Iklan

Bookmark and Share
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat
untuk menunjukkan identitas masyarakat pemakai bahasa. Hal ini tidak terlepas
dari keharusan manusia untuk berinteraksi dengan orang lain. Dalam
berinteraksi tersebut seseorang mengutarakan pendapat dan pandangannya
dalam suatu bahasa yang dimengerti, sehingga tidak mengherankan apabila
sekarang ini bahasa mendapat perhatian khusus dari berbagai kalangan. Tidak
hanya para ahli bahasa yang memperhatikannya, melainkan juga ahli-ahli di
bidang lainnya. Dengan bahasa segala ide-ide, gagasan, dan perasaan yang
diinginkan dapat tertuangkan.
Bahasa sebagai alat komunikasi dan juga interaksi antar manusia
mengenal tiga komponen dalam proses berkomunikasi, yaitu pihak yang
berkomunikasi, informasi yang diberikan, dan alat yang digunakan dalam
komunikasi. Jadi, dalam setiap komunikasi terdapat penutur dan lawan tutur,
informasi atau pesan, dan tuturan yang mengungkapkan informasi atau pesan
yang disampaikan penutur kepada lawan tuturnya. Komunikasi dikatakan
berhasil, apabila ditandai dengan adanya reaksi-reaksi yang diberikan lawan
tutur kepada penutur.
Bahasa sangat efektif untuk menciptakan pengaruh. Bahasa juga sering
digunakan sebagai alat politik. Karena itu tidak salah apabila setiap terjadi
pergantian elite penguasa selalu mengandung implikasi pergantian bahasa
komunikasi politik. Bahasa politik digunakan dalam kaitannya dengan
percaturan kekuasaan. Karena itu, bahasa politik tidak selalu dipakai untuk
kejernihan makna. Bahasa yang digunakan dimanipulasi untuk kepentingan
pemerintah dan elite politik, sehingga terjadi rekayasa bahasa dan memunculkan
penyimpangan dari fungsi bahasa, yaitu sebagai alat kerja sama.
Bahasa yang digunakan elite politik menebarkan kebohongan dan
memutarbalikkan fakta sehingga dapat menimbulkan keresahan masyarakat yang
bisa menyebabkan terjadinya konflik. Kata-kata memiliki kekuatan yang dahsyat
untuk memengaruhi. Politisi diharapkan mampu berkomunikasi secara lancar
kepada berbagai pihak di masyarakat luas. Mereka diharapkan dapat
mengkomunikasikan gagasan dan pemikiran mereka secara jelas. Mereka juga
diharapkan dapat menanggapi serta memberi respon yang baik terhadap segala
masukan, kritik, dan sanggahan terhadap pemikiran maupun kinerja mereka.
Mereka juga diharapkan dapat mengungkapkan gagasan mereka dengan sopan
dan tidak melukai perasaan lawan tuturnya.
Cara manusia dalam berbahasa tidak hanya secara lisan, tetapi juga
secara tertulis. Mereka mengemukakan pendapat dan ide kreatifnya dalam
bentuk tulisan. Salah satu tempat kegiatan di atas adalah dengan menggunakan
media spanduk. Dalam komunikasi melalui media spanduk, penutur harus
mampu menyampaikan maksudnya secara benar dan tepat, yaitu dengan
berusaha menginformasikan dan mempromosikan maksud tuturannya kepada
lawan tuturnya dengan bahasa yang tepat mengenai sasaran dan mudah dipahami
serta persuasif agar lawan tutur dapat bereaksi sesuai yang dimaksudkan oleh
penutur.
Spanduk merupakan bagian dari periklanan. Bahasa yang dipakai dalam
bidang periklanan disebut pula dengan ragam iklan. Iklan merupakan
pemberitahuan kepada khalayak yang menggunakan bahasa sebagai alat
komunikasinya. Bahasa sebagai alat komunikasi dalam iklan sangat penting dan
juga apabila didukung dengan gambar-gambar yang menarik, maka iklan
tersebut bisa menarik perhatian pembaca. Bagi penutur, sebuah iklan dikatakan
bisa berhasil menyedot perhatian khalayak apabila menggunakan bahasa-bahasa
yang menarik, kalimatnya mudah dipahami, serta terdapat ilustrasi gambar.
Spanduk cocok digunakan dalam media berpolitik. Melalui spanduk, para
politisi dapat mempromosikan dirinya atau partai politiknya kepada masyarakat
luas. Slogan-slogan kampanye di spanduk dapat ditemukan dengan mudah di
lingkungan tempat tinggal, jalan-jalan, dan pusat keramaian pada saat masa
kampanye dimulai. Di antara slogan-slogan tersebut, ada yang mudah
dimengerti, tapi ada pula yang menuntut untuk berpikir agar memahami maksud
di balik slogan-slogan tersebut. Penutur dikatakan santun jika murah hati, rendah
hati, setuju, dan simpati pada mitra tutur.
Permasalahan-permasalah yang diutarakan oleh penulis di atas terjadi
dalam perkembangan bahasa pada era kini. Salah satu fenomena yang terjadi
mengenai kesantunan dalam berbahasa pada masa kini, yaitu terjadi pada masa
kampanye pemilu (pemilihan umum) legislatif tahun 2009 di Surakarta. Para
caleg (calon legislatif) dalam berkampanye tuturan yang mereka gunakan sangat
bervariasi. Mereka cenderung menggunakan bahasa santai yang mudah dipahami
dan diterima oleh masyarakat luas sehingga tingkat kesantunan bahasa menjadi
rendah. Bagi para caleg, bahasa merupakan hal yang sangat penting dalam
ranah politik kekuasaan untuk mewujudkan target-target politiknya.
Para caleg memanfaatkan fungsi bahasa melalui media spanduk dalam
berkampanye. Spanduk-spanduk tersebut berisi slogan-slogan mengenai jati diri
mereka dan janji-janji politik. Mereka menempatkan spanduk di daerah yang
strategis dan di kawasan khusus kampanye, misalnya di pusat keramaian, di
pinggir-pingir jalan, terminal, lapangan, dan sebagainya. Dalam spanduk mereka
mengombar-ombar janji politik yang penuh kebohongan kepada rakyat agar mau
memilih mereka menjadi wakil rakyat. Slogan-slogan para caleg peserta pemilu
2009 dalam spanduk yang terdapat di daerah Surakarta, antara lain ”Terus
berjuang untuk rakyat”, ”Mengasihi tuhan dan sesama, ”Kita boleh beda partai,
beda pilihan kepentingan rakyat harus diutamakan”, ”Bersama rakyat
membangun negeri”, ”Pemilu curang kita ganyang”, ”Saatnya rakyat bergerak”,
dan sebagainya. Semua tuturan caleg itu sebenarnyalah merupakan bentuk
interaktif dengan para calon pemilih. Namun, tuturan tersebut menarik untuk
diteliti karena dibalik tuturan tersebut ada maksud tuturan dan mengandung
adanya prinsip kesantunan. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik
untuk meneliti lebih dalam mengenai kesantunan bahasa pada tuturan di dalam
slogan-slogan para caleg pemilu legislatif dengan mengambil judul “
Kesantunan Bahasa Iklan Politik pada Slogan Caleg dalam Spanduk Pemilu
Legislatif 2009 di Surakarta.”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas,
permasalahan dalam penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut.
1. Bagaimana realisasi kesantunan bahasa iklan politik pada slogan caleg dalam
spanduk pemilu legislatif 2009 di Surakarta?
2. Bagaimana skala kesantunan bahasa iklan politik yang terdapat pada slogan
caleg dalam spanduk pemilu legislatif 2009 di Surakarta?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disebutkan
sebelumnya, selanjutnya peneliti menentukan tujuan penelitian ini. Adapun
tujuan dari penelitian ini adalah.
1. Untuk mengidentifikasikan kesantunan bahasa iklan politik pada slogan caleg
dalam spanduk pemilu legislatif 2009 di Surakarta.
2. Untuk memaparkan skala kesantunan bahasa iklan politik yang terdapat pada
slogan caleg dalam spanduk pemilu legislatif 2009 di Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperluas wawasan dan
melengkapi khasanah keilmuan kajian linguistik yang berkaitan dengan
pragmatik, khususnya mengenai kesantunan bahasa iklan politik
2. Manfaat Praktis
a. Bagi politisi
Hasil penelitian ini bisa memberikan kritik dan masukan bagi para caleg
agar dapat menggunakan bahasa yang santun pada saat berkampanye.
Selain itu penelitian ini juga dapat digunakan sebagai salah satu referensi
dalam melakukan kajian-kajian bidang pragmatik.
b. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan peneliti tentang
aspek-aspek pragmatik khususnya penyimpangan prinsip kesantunan
bahasa pada slogan caleg dalam spanduk pemilu legilatif 2009 di
Surakarta.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar

KabarTugas-KabarTugas-KabarTugas-KabarTugas-KabarTugas-KabarTugas-KabarTugas JIKA HALAMAN DAN ARTIKEL INI BERMANFAAT CERITAKAN PADA KAWAN KAWAN ANDA